Sebagai salah satu unsur kebudayaan Betawi, Silat Betawi atau yang dalam istilah lokal secara umum disebut ‘Maen Pukulan’ diperkirakan lahir bersamaan dengan terbentuknya etnis Betawi itu sendiri, yaitu di sekitar pertengahan abad ke-19.
Ditemukannya data sejarah yang menyebut Silat Betawi dalam istilah lokal Maen Pukulan atau disingkat Pukulan, Silat dan Pencak Betawie pada akhir abad 19 hingga awal abad 20.
Data sejarah tertua yang menerangkan tentang keberadaan Silat Betawi terdapat pada:
Data sejarah (lisan) didapati melalui wawancara beberapa narasumber, dimana waktu kemunculan aliran silatnya itu pada sekitar akhir abad 18 hingga awal abad 20. Ada dua variasi cerita yang merujuk pada dua budaya yang mempengaruhi lahir dan tumbuh kembangnya Silat Betawi atau Maen Pukulan, yaitu Sunda (Pencak) dan Tionghoa (Kuntao).
Silat Betawi yang banyak dipengaruhi seni bela diri dari Tatar Sunda memiliki ciri dan kesamaan cerita tentang folklor seorang perempuan yang mendapatkan ilmu silatnya ketika sedang mencuci beras di pinggir sungai, ia mendapati seekor harimau dan kera yang sedang bertarung. Cerita ini mirip dengan folklor salah satu mainstream atau aliran utama pencak silat di Jawa Barat yaitu Pencak Cimande.
Sedangkan Silat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh seni bela diri Tionghoa memiliki cerita yang lebih variatif, yang umumnya memiliki kesamaan pada pelimpahan keilmuan dari seorang pendekar ilmu bela diri Tionghoa kepada pendekar lokal yang sebelumnya didahului oleh pertarungan.
Sumber: